Pengertian Dasar Tritunggal
(Gambar hanya ilustrasi) Halo semua, shalom , damai Kristus besertamu, kali ini Admin STAND TO JESUS akan membahas mengenai tritunggal atau trinitas. Tritunggal, atau Trinitas, merupakan salah satu doktrin paling mendalam dan misterius dalam teologi Kristen. Istilah “Trinitas” berasal dari kata Latin “trinitas,” yang dibentuk dari dua kata: “tri” yang berarti tiga, dan “unitas” yang berarti keesaan. Dengan demikian, Trinitas secara harfiah berarti “ketigaan yang esa” atau “a compounded singleness.” Konsep ini menegaskan bahwa Allah adalah satu dalam esensi dan substansi, namun tiga dalam subsistensi atau pribadi—Bapa, Anak (Firman), dan Roh Kudus.
Dalam Alkitab, konsep Tritunggal tidak secara eksplisit dijelaskan, namun sangat tergambar dalam banyak ayat dan narasi. Misalnya, dalam Matius 28:19, Yesus memerintahkan untuk membaptis “dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus,” yang menunjukkan adanya tiga pribadi yang berbeda namun tetap dalam satu esensi Allah yang esa. Ayat ini juga menggunakan kata “nama” (onoma) dalam bentuk tunggal, bukan “nama-nama” (onomata), yang menegaskan keesaan dalam ketigaan tersebut.
Allah yang Esa dan Misteri Tritunggal
Allah yang Esa, dalam kekristenan, dipahami sebagai Sang Bapa, yang adalah sumber dari segala sesuatu. Dalam Yudaisme, keyakinan ini tercermin dalam pernyataan “Shema Yisrael” yang berbunyi, “Shema Yisrael Adonai Eloheinu Adonai Echad”, yang artinya “Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa.” Dalam kekristenan, Bapa ini memiliki Firman atau Logos, yang tidak hanya merupakan daya cipta dan kecerdasan-Nya, tetapi juga esensi yang menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus (Yohanes 1:1, 14).
Selain Firman, Allah juga memiliki Roh Kudus, yang adalah hidup dan hayat-Nya. Roh Kudus ini digambarkan sebagai Roh yang menghidupi segala sesuatu, seperti dinyatakan dalam Ayub 33:4, “Roh Allah telah membuat aku, dan nafas Yang Mahakuasa memberi aku hidup.” Dalam esensi ini, Tritunggal menggambarkan bagaimana Allah yang esa itu memiliki Firman (Sang Anak) dan Roh yang oleh-Nya segala sesuatu diciptakan dan dihidupi.
Tritunggal Bukan Berarti 3 Tuhan
Pemahaman tentang Allah yang Esa dan misteri Tritunggal seringkali disalahpahami dan dituduh sebagai konsep yang kontradiktif atau bahkan politeistik, seolah-olah orang Kristen menyembah tiga Tuhan yang berbeda. Tuduhan ini muncul dari ketidakpahaman yang mendalam tentang hakikat Trinitas itu sendiri. Penting untuk menegaskan kembali bahwa doktrin Trinitas bukanlah penyembahan terhadap tiga entitas ilahi yang terpisah, melainkan pengakuan iman terhadap satu Allah yang esa yang menyatakan diri-Nya dalam tiga pribadi: Bapa, Anak (Firman), dan Roh Kudus. Ketiga pribadi ini bukanlah tiga Allah yang berbeda, melainkan tiga pribadi yang sehakikat, se-esensi, dan setara dalam keilahian-Nya.
Salah satu ayat kunci yang sering digunakan untuk menyerang konsep Trinitas adalah Ulangan 6:4, “Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!” (Shema Yisrael). Ayat ini, yang merupakan dasar monoteisme Yudaisme, juga dipegang teguh oleh orang Kristen. Namun, kata “esa” (Ibrani: echad) dalam ayat ini tidak harus dipahami sebagai kesatuan numerik yang mutlak. Kata echad juga dapat merujuk pada kesatuan majemuk. Contoh yang sering dipakai adalah Kejadian 2:24, di mana dikatakan bahwa seorang pria dan wanita akan menjadi “satu daging” (basar echad). Kesatuan dalam pernikahan bukanlah penyatuan dua individu menjadi satu secara harfiah, melainkan kesatuan dalam tujuan, kasih, dan komitmen. Demikian pula, echad dalam Shema dapat dipahami sebagai kesatuan yang kompleks dalam keilahian, yang memungkinkan adanya perbedaan pribadi dalam satu esensi Allah.
Lebih lanjut, dalam tradisi Yahudi sendiri, konsep keesaan Allah tidak selalu dipahami secara kaku sebagai kesatuan yang mutlak dan tunggal. Literatur Yahudi kuno, seperti Targum, sering kali menafsirkan ayat-ayat Perjanjian Lama dengan cara yang mengisyaratkan adanya lebih dari satu manifestasi ilahi. Misalnya, Targum Onkelos, yang merupakan salah satu Targum yang paling otoritatif, menerjemahkan Kejadian 1:26 (“Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita”) dengan cara yang menarik. Dalam terjemahan aslinya, Targum Onkelos tidak menambahkan frasa “kepada para malaikat.” Namun, Targum Onkelos memang menggunakan bentuk jamak dalam menerjemahkan kata “Kita” dalam Kejadian 1:26, yang mengindikasikan bahwa Allah tidak berbicara kepada diri-Nya sendiri secara tunggal. Beberapa ahli berpendapat bahwa penggunaan bentuk jamak ini mencerminkan komunikasi ilahi internal, yang bisa diinterpretasikan sebagai petunjuk awal tentang pluralitas dalam keesaan Allah. Selain itu, dalam Targum Neofiti, yang merupakan Targum Palestina, pada ayat yang sama (Kejadian 1:26), terdapat sisipan yang berbunyi, “Dan Firman Tuhan berkata: ‘Marilah kita menjadikan manusia menurut gambar Kita, serupa dengan Kita…'” Sisipan ini menunjukkan bahwa “Firman” (MEMRA) dipandang sebagai entitas yang terlibat dalam penciptaan bersama dengan Allah. Meskipun ini bukan bukti langsung untuk Trinitas, ini menunjukkan bahwa pemahaman tentang Allah yang esa dalam Yudaisme tidak selalu menolak gagasan tentang manifestasi ilahi yang berbeda yang berpartisipasi dalam tindakan ilahi.
Selain itu, dalam Zohar, sebuah teks utama dalam mistisisme Yahudi (Kabbalah), konsep Sefirot menggambarkan sepuluh emanasi atau atribut ilahi yang merupakan aspek-aspek berbeda dari Allah yang tak terbatas (Ein Sof). Setiap Sefirah, seperti Keter (Mahkota), Chokhmah (Kebijaksanaan), dan Binah (Pengertian), mewakili aspek yang berbeda dari Allah. Meskipun Sefirot bukanlah pribadi-pribadi yang terpisah seperti dalam Trinitas, konsep ini menunjukkan bahwa dalam tradisi Yahudi pun ada pemahaman tentang Allah yang memiliki aspek-aspek yang berbeda namun tetap satu dalam esensi-Nya. Zohar, dalam beberapa bagian, bahkan mengasosiasikan Sefirot tertentu dengan aspek-aspek ilahi yang berbeda, yang oleh beberapa ahli diinterpretasikan sebagai cerminan dari pemahaman tentang pluralitas dalam keesaan Allah.
Dalam Perjanjian Baru, Yesus sendiri menegaskan keesaan Allah dengan mengutip Shema dalam Markus 12:29. Namun, Yesus juga menyatakan diri-Nya setara dengan Bapa, seperti dalam Yohanes 10:30, “Aku dan Bapa adalah satu.” Pernyataan ini bukanlah klaim bahwa Yesus adalah Bapa, tetapi bahwa Dia dan Bapa memiliki esensi ilahi yang sama. Dalam Yohanes 14:9, Yesus juga berkata, “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa.” Ini menunjukkan bahwa Yesus adalah wahyu sempurna dari Bapa, dan melalui Dia kita dapat mengenal Allah yang esa.
Roh Kudus juga digambarkan sebagai pribadi ilahi yang berbeda dari Bapa dan Anak, namun tetap satu dengan Mereka dalam esensi. Dalam Yohanes 14:16-17, Yesus menjanjikan kedatangan “Penolong yang lain,” yaitu Roh Kudus, yang akan menyertai orang percaya selamanya. Roh Kudus bukanlah sekadar kekuatan atau pengaruh, tetapi pribadi ilahi yang mengajar, mengingatkan, dan memimpin orang percaya (Yohanes 14:26).
Jadi, doktrin Trinitas bukanlah penyembahan terhadap tiga Tuhan, tetapi pengakuan iman bahwa Allah yang esa menyatakan diri-Nya dalam tiga pribadi yang berbeda: Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Ketiga pribadi ini bukanlah tiga Allah yang terpisah, tetapi satu Allah yang esa dalam esensi, kuasa, dan kemuliaan. Mereka bekerja bersama dalam kesatuan yang sempurna dalam penciptaan, penebusan, dan pengudusan. Memahami Trinitas dengan benar berarti memahami bahwa kita menyembah satu Allah yang esa, yang kasih dan kuasa-Nya dinyatakan secara sempurna melalui Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Tuduhan bahwa orang Kristen menyembah tiga Tuhan adalah kesalahpahaman yang mendasar dan tidak berdasar, yang muncul dari ketidaktahuan akan ajaran Alkitab dan tradisi Kristen yang sebenarnya, serta pemahaman yang kurang mendalam tentang literatur dan tradisi Yahudi itu sendiri.
YESUS Kristus: Inkarnasi Firman Allah
YESUS, yang adalah Firman Allah yang menjadi manusia, merupakan pusat dari doktrin Tritunggal. Yohanes 1:14 menegaskan bahwa “Firman itu telah menjadi manusia dan diam di antara kita.” Ini menandakan bahwa Allah yang transenden memilih untuk berinkarnasi, menjadi daging, dan mengambil rupa manusia. Namun, perlu diingat bahwa keilahian YESUS tidak pernah berkurang meskipun Ia menjadi manusia. Keilahian-Nya tetap utuh, dan yang mati di kayu salib adalah kemanusiaan-Nya, bukan keilahian-Nya.
Yohanes 1:18 mengungkapkan bahwa “tidak seorangpun yang pernah melihat Allah ; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya.” Ini menegaskan bahwa YESUS, sebagai Firman yang menjadi manusia, merupakan wahyu sempurna tentang Allah. Melalui-Nya, manusia dapat melihat dan memahami Allah yang tidak terlihat. YESUS tidak hanya datang sebagai utusan, tetapi sebagai manifestasi langsung dari Bapa, sepenuhnya menunjukkan siapa Allah itu dalam wujud manusia.
YESUS Adalah Firman yang datang dan Keluar dari Bapa
Sebagai Firman Allah, YESUS memiliki dua kodrat: ilahi dan manusiawi. Kodrat ilahi-Nya berasal dari Allah yaitu Sang Bapa, sementara kodrat manusiawi-Nya berasal dari inkarnasi-Nya sebagai manusia. Dalam Yesaya 55:11, dikatakan bahwa Firman Allah yang keluar dari mulut-Nya tidak akan kembali sia-sia, melainkan akan melaksanakan apa yang dikehendaki-Nya. Ini berhubungan dengan YESUS sebagai Firman yang diutus oleh Bapa untuk melaksanakan misi keselamatan. Misi ini bukan hanya suatu tugas biasa, tetapi merupakan ekspresi dari kehendak Allah yang kekal.
YESUS sendiri menegaskan dalam Yohanes 8:42 bahwa “Kata Yesus kepada mereka: ”Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku keluar dan datang dari Allah. Dan Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku.” Pernyataan ini menunjukkan bahwa YESUS sebagai Sang Firman adalah Allah karena Ia berasal dari Allah dan sepenuhnya satu dengan Bapa, baik dalam kehendak maupun dalam esensi-Nya. Hal ini juga ditegaskan dalam Yohanes 14:9, ketika YESUS berkata, “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa.” YESUS bukan hanya menunjukkan jalan kepada Bapa, tetapi adalah jalan itu sendiri—penggenapan sempurna dari wahyu ilahi. Dalam Yohanes 10:30, YESUS menyatakan, “Aku dan Bapa adalah satu,” memperkuat doktrin bahwa YESUS adalah Allah yang nyata dalam bentuk manusia, esensi dari Tritunggal yang tak terpisahkan.
Oleh karena itu, menyembah YESUS bukan berarti kita menyembah manusia, tetapi kita menyembah Allah BAPA yang nyata atau dinyatakan atau menyatakan diri-Nya melalui Firman-Nya sendiri. Seperti yang YESUS katakan dalam Yohanes 14:6, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku.” YESUS adalah manifestasi dari Bapa, dan melalui-Nyalah kita mengenal dan menyembah Bapa, karena di dalam-Nya seluruh kepenuhan Allah berdiam secara jasmaniah (Kolose 2:9).
Hubungan Kasih dan Relasi dalam Tritunggal
Salah satu aspek yang paling indah dari doktrin Tritunggal adalah persekutuan kasih yang kekal antara Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Kasih Allah Tritunggal adalah inti dari keberadaan-Nya yang kekal. Dalam 1 Yohanes 4:8 dinyatakan bahwa “Allah adalah kasih“, dan kasih ini ada sejak kekekalan dan kasih ini tidak hanya diekspresikan dalam hubungan-Nya dengan ciptaan, tetapi juga dalam hubungan internal di dalam Tritunggal itu sendiri, dimana Allah yaitu Bapa mengasihi Firman dan Roh-Nya yang telah bersama-sama dengan-Nya sejak kekekalan. Yohanes 17:24 menegaskan bahwa Bapa telah mengasihi Anak (Firman-Nya) sebelum dunia dijadikan, menunjukkan kasih kekal yang telah ada dalam Tritunggal sejak sebelum penciptaan. Dan pada Yohanes 14:31 menunjukkan bahwa Yesus mengasihi Bapa dan melakukan segala sesuatu sesuai dengan perintah Bapa.
Roh Kudus juga memainkan peran penting dalam memperdalam dan menyebarkan kasih Allah. Roh Kudus ada sebagai perwujudan kasih Allah, dicurahkan ke dalam hati umat percaya. Roma 5:5 menyatakan bahwa “kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita”. Roh Kudus adalah Roh yang kekal, yang tidak hanya menghubungkan kita dengan kasih Allah tetapi juga menguduskan kita untuk dapat bersekutu dengan-Nya melalui pengorbanan Kristus, seperti dinyatakan dalam Ibrani 9:14, yang mempersembahkan Kristus sebagai persembahan yang tak bercacat kepada Allah.
Ini menggambarkan betapa dalam dan kuatnya hubungan kasih di dalam Tritunggal, sebuah cinta yang mengatasi batas-batas manusia dan menuntun kita pada kesatuan dengan Allah.
Relasi Allah Tritunggal
Relasi di antara ketiga pribadi Tritunggal digambarkan dalam beberapa ayat Alkitab. Yohanes 17:1 menyatakan bahwa Bapa mempermuliakan YESUS, dan YESUS sendiri berdoa kepada Bapa dalam Matius 26:39, menunjukkan hubungan yang mendalam antara Bapa dan Anak. Dalam Ibrani 1:8, Bapa berbicara kepada Anak dengan mengatakan, “Tahtamu, ya Allah , tetap untuk seterusnya dan selamanya,” yang menegaskan keilahian Sang Anak. Di ayat Ibrani ini juga sekaligus menunjukkan bahwa Bapa mengakui keilahian Sang Anak yang adalah Firman-Nya sendiri
Roh Kudus, sebagai pribadi ketiga dalam Tritunggal, memiliki peran unik sebagai Penghibur yang diutus oleh Bapa dalam nama YESUS, seperti yang dinyatakan dalam Yohanes 14:26. Roh Kudus mengajarkan dan mengingatkan segala sesuatu yang telah diajarkan oleh YESUS. Dalam 1 Yohanes 5:7, dikatakan bahwa “Sebab ada tiga yang memberi kesaksian (di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus); dan ketiganya adalah satu.” Ini menegaskan kesatuan dalam kesaksian Allah Tritunggal. Yohanes 3:32-34 juga menegaskan bahwa YESUS, yang diutus oleh Allah, menyampaikan firman Allah dan Allah mengaruniakan Roh-Nya dengan tidak terbatas kepada-Nya.
Anak Menerima Kuasa sebagai Mesias
YESUS, sebagai Mesias, menerima kuasa dari Bapa dan memegang pemerintahan sebagai Raja. 1 Korintus 15:24-28 menjelaskan bahwa pada akhir zaman, YESUS akan menyerahkan Kerajaan kepada Allah Bapa setelah membinasakan segala pemerintahan, kekuasaan, dan kekuatan. Dalam proses ini, YESUS akan menaklukkan semua musuh, termasuk maut, sebelum akhirnya menaklukkan diri-Nya di bawah Bapa, sehingga Allah menjadi semua di dalam semua.
Apakah bisa Memaknai dan Memahami Sepenuhnya Kesatuan Tritunggal ?
Menyelami misteri Trinitas ibarat memandang lautan yang luas dan dalam. Kita bisa melihat permukaannya, merasakan airnya, bahkan berenang di tepiannya, tetapi mustahil untuk menyelami kedalamannya yang tak terhingga. Allah, dalam keberadaan-Nya yang tak terbatas sebagai Roh (Yohanes 4:24), melampaui batas-batas akal manusia yang terbatas. Meskipun demikian, bukan berarti kita sama sekali tidak dapat memahami-Nya. Dalam kasih karunia-Nya, Allah menyatakan diri-Nya kepada kita. Trinitas, dalam pengertian dasarnya, dapat kita pahami sebagai tiga pribadi yang berbeda: Bapa, Anak, dan Roh Kudus, namun tetap satu dalam esensi dan hakikat ilahi. Istilah teologis “hipostasis” membantu kita untuk mengartikulasikan perbedaan ketiga pribadi ini dalam satu kesatuan ilahi yang tak terpisahkan.
Lebih dari sekadar konsep teologis, Trinitas mengajak kita untuk merenungkan sebuah relasi yang sempurna, sebuah persekutuan kasih yang kekal. Yesus, dalam doa-Nya di Yohanes 17:11, memohon agar para pengikut-Nya “menjadi satu sama seperti Kita.” Ini adalah undangan untuk mengalami dan merefleksikan kesatuan yang ada dalam diri Allah Tritunggal itu sendiri – sebuah kesatuan yang melampaui keesaan numerik, tetapi mencakup kesatuan dalam substansi, keberadaan, tujuan, dan kasih yang sempurna. Kesatuan inilah yang menjadi model dan sumber kekuatan bagi kesatuan kita sebagai umat percaya. **Dengan merenungkan misteri Trinitas, kita diajak untuk bertumbuh dalam kasih dan persekutuan, baik dengan Allah maupun dengan sesama, sehingga kehidupan kita memancarkan keindahan dan kedalaman kasih Allah Tritunggal itu sendiri.**
Kesimpulan: Misteri yang Membangun Iman
Tritunggal adalah salah satu misteri terbesar dalam iman Kristen, sebuah doktrin yang menantang akal manusia namun membangun iman dalam pemahaman kita akan Allah yang hidup. Meskipun tidak dapat dipahami sepenuhnya, pengajaran tentang Tritunggal memberikan kita gambaran tentang kebesaran dan kasih Allah, yang dinyatakan dalam Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Sebagai umat Kristen, kita dipanggil untuk menerima dan hidup dalam terang kasih Allah yang dinyatakan melalui YESUS Kristus, Sang Firman yang hidup, dan Roh Kudus yang menghidupi kita. Sungguh, doktrin Tritunggal bukan hanya sebuah konsep teologis yang rumit, tetapi juga sebuah panggilan untuk mengalami kasih dan persekutuan yang mendalam dengan Allah yang esa dalam tiga pribadi yang berbeda.
Artikel ini dibuat dan dipublikasikan bekerja sama dengan https://pafiparigikota.org/